Saturday, June 10, 2006

Mencari Alamat Jiwa Dalam Psikologi Kontemporer


Oleh Asri Jali

Judul buku : Alqur’ân wa `Ilm Alnafs
Penulis : Muhammad `Utsmân
Najâtiy
Penerbit : Dâr Alsyurûq
Tahun terbit : 1421 H / 2001 M
Tebal buku : 318 halaman

Sebelum membaca buku Alqur’ân wa `Ilm Alnafs, ada baiknya sedikit mengenal Muhammad `Utsmân Najâtiy. Najâtiy adalah guru besar (‘ustâdz) psikologi di Universitas Cairo, Universitas Kuwait, dan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud - Saudi Arabia. Ketertarikan Najâtiy dengan Alquran dan psikologi dimulai saat ia menulis tesis dengan judul Al’idarâk Alhissiy `inda Ibn Sînâ: Bahtsun fî `ilmi Alnafs `inda Al`arab (Persepsi menurut Ibnu Sina: Sebuah Penelitian tentang Psikologi dalam Dunia Arab). Desertasi ini ditulis selama rentang tahun 1939 – 1942. Najâtiy memiliki perhatian yang tinggi dalam penelitian tentang dasar-dasar Islam seputar psikologi di dalam Alquran, Hadis Nabi, dan dalam karya-karya ilmuan Muslim klasik. Kajian-kajian itu telah ia bukukan, di antaranya -selain yang kita akan baca- Alhadîts Alnabawiy wa `Ilm Nafs (Hadis Nabi dan Psikologi, Beirut, 2001; Aldirâsât Alnafsâniyyah `inda Al`ulamâ’ Almuslimîn (Kajian Kejiwaan Menurut Ulama Muslimin) , Beirut, 1993;`Ilm Nafs Alshinâ`iy (Psikologi Industri), Kuwait, 1994; `Ilm Nafs Alharbiy (Psikoligi Perang), Kairo, 1960; dan `Ilm Alnafs wa Alhayâh (Psikologi dan Kehidupan), Kuwait, 1992. Najâtiy juga aktif dalam menerjemahkan buku psikologi Barat ke dalam bahasa Arab. Sebutlah Ma`âlim Altahlîl Alnafsiy terjemahan Outline of Psychoanalysis; Alkaff wa Al`radh wa Alqalaq terjemahan Inhibitions, symptoms and Anxiety; dan Tsalâts Rasâ’il fî Nazhariyyah Aljins terjemahan Three Essays on Sexuality. Kesemuanya karya Sigmund Freud. Selain itu ia sering menjadi pembimbing penulisan tesis dan desertasi para mahasiswa di bidang psikologi.

Alqur’ân wa `Ilm Alnafs
Alqur’ân wa `Ilm Alnafs berarti Alquran dan Psikologi. Tujuan buku ini ditulis sebagaimana penulis jelaskan dalam pengantarnya sebagai upaya untuk menghimpun fakta-fakta dan konsep-konsep tentang jiwa yang terdapat dalam Alquran, dan dapat dijadikan acuan dalam membuat struktur yang jelas tentang kepribadian dan tingkah laku manusia. Hingga memungkinkan untuk membuka jalan bagi lahirnya penelitian-penelitian baru tentang ilmu jiwa, yang berupaya meletakkan dasar bagi teori-teori baru tentang kepribadian yang fakta dan konsepnya sesuai dengan fakta dan konsep Alquran tentang manusia.
Saat seorang Muslim menjadikan psikologi kontemporer sebagai pisau analisis dan menjadikan teks-teks wahyu sebagai justifikasi, jangan sampai seperti apa yang disampaikan oleh Malik B. Badri bahwa psikolog Muslim kini berada dalam Liang Biawak yang sulit keluar darinya. Kekhawatiran akan masuknya psikolog Muslim dalam liang Biawak, tulis Mujib dan Mudzakir, ternyata menjadi kenyataan. Dawam Rahardjo misalnya dalam karya "Ensiklopedia Al-Quran"-nya menyamakan konsep alnafs almuthma'innah dengan superego, alnafs allawwâmah dengan ego, dan alnafs al’'ammârah dengan id. Penyamaan ini tidak dapat dibenarkan, sebab masing-masing term memiliki asumsi filosofis yang berbeda. Konsep ketiga alnafs tersebut diasumsikan dari paradigma teosentris, sedangkan id, ego dan superego diasumsikan dari paradigma antroposentris yang menafikan kebermaknaan agama dalam kehidupan manusia. Selain itu penyamaan tersebut mengakibatkan biasnya sains dan direduksinya agama ke taraf sains.
Buku ini menjadi laik dikaji karena lahir dari seorang guru besar dalam psikologi dan memiliki kemampuan pemahaman keislaman yang baik. Di sinilah sisi kelebihan Najâtiy. Bila kita gunakan istilah yang dipakai oleh Malik B. Badri tentang persepsi psikolog Muslim terhadap psikologi Barat buku Najâtiy telah masuk pada pase ketiga, yaitu emansipasi. Fase di mana mereka sudah mulai kritis terhadap teori psikologi dan berusaha menggali konsep-konsep psikologi yang ada dalam Alquran.
Buku ini terdiri atas sepuluh pasal. Pasal pertama, motif prilaku dalam Alquran; pasal kedua, emosi dalam Alquran; pasal ketiga, persepsi dalam Alquran; pasal keempat, berpikir dalam Alquran; pasal kelima, belajar dalam Alquran; pasal keenam, ilmu laduni dalam Alquran; pasal ketujuh ingat dan lupa dalam Alquran; pasal kedelapan, susunan saraf dan otak dalam Alquran; pasal kesembilan, kepribadian dalam Alquran; pasal kesepuluh, psikoterapi dalam Alquran.
Pada ayat ke-185 dari surat Albaqarah Alquran disebutkan sebagai petunjuk bagi manusia. Bila Alquran diturunkan sebagai petunjuk untuk manusia, dapat disimpulkan muatannya berkisar tentang manusia; manusia terhadap Rabbnya, manusia terhadap manusia, dan manusia terhadap alam. Pada mukadimah Najâtiy menyinggung tentang isi Alquran yang memuat struktur fisik manusia, perbedaan kondisi kejiwaan, penyebab penyimpangan dan penyakit jiwa yang disertai dengan metode terapi. Adalah suatu keniscayaan menjadikan yang termaktub di dalam Alquran seputar realitas manusia, sifat dan kondisi psikis untuk mengkonstruksi struktur yang sahih tentang kepribadian manusia. Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (Almulk: 14)
Para psikolog kontemporer telah membatasi diri pada kajian ten­tang gejala-gejala kejiwaan yang hanya bisa diamati dan dikaji secara objektif. Sementara berbagai gejala kejiwaan penting yang sulit diamati atau diteliti secara eksperimental, dikesampingkan. Atas alasan itu terdapat dari mereka yang menyerukan untuk mengganti nama "Psikologi (Ilmu Jiwa)" dengan "Ilmu Tingkah Laku" karena yang dipelajari psikologi modern terbatas pada tingkah laku, bukan jiwa. Sudut pandang materialistis mendominasi penelitian-penelitian psikologi. Semua gejala kejiwaan dikembalikan pada aktivitas fisiologis, dan memandang manusia bagaikan memandang hewan. Bahkan mereka menjadikan hasil penelitian tentang prilaku hewan, dijadikan sebagai pendekatan alamiah untuk memahami prilaku manusia.
Namun, pada tahun-tahun terakhir ini, segelintir psikolog telah menya­dari pentingnya pengkajian aspek spiritual dalam diri manusia. Mereka mulai mengkaji sebagian gejala spiritual, seperti telepati (takhâthur) dan kewaskitaan (istisyfâf). Hanya saja, kajian tersebut masih pada tahap permulaan, belum sampai pada hasil-hasil yang detail yang secara meyakinkan bisa dimasukkan dalam kelompok informasi yang akurat tentang manusia.
Pada bagian akhir mukadimah, Najâtiy mengingatkan bahwa umat Muslim perlu meningkatkan penelitian terha­dap khazanah warisan Islam, dimulai dengan Alquran dan Hadis. Lalu meneliti perkembangan pemikiran tentang kajian-kajian kejiwaan yang dilakukan para filosof dan pemikir Muslim. Sebagai upaya mencapai pemahaman yang sahih tentang konsep-konsep kejiwaan yang Islami, untuk dijadikan pedoman dalam melakukan pengkajian tentang tema-tema kejiwaan. Juga untuk membantu menciptakan teori-teori khusus tentang kepribadian manusia, dengan memadukan antara akurasi penelitian ilmiah yang benar dengan fakta-fakta ten­tang manusia yang terdapat dalam Alquran yang merupakan fakta-fakta yang mutlak kebenarannya karena bersumber dari Allah, Pencipta manusia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42)<

No comments: